Presiden Joko Widodo resmi melantik Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal di Istana Negara, Senin (7/1). Alumnus Prodi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HI UMY) ini terpilih dari 22 nama calon yang diajukan dan diseleksi. Jabatan dubes itu pun didapatnya atas uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR RI.
FAIRIZA INSANI, Jogja
Ketua Program Studi (Kaprodi) HI UMY Dr Nur Azizah MSi mengungkapkan, karir Iqbal di bidang diplomasi terbilang cepat. Semula Iqbal menjabat Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia-Bantuan Hukum Indonesia (PWNI-BHI). Posisi itu ia dapatkan saat bekerja di Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) RI.
Melalui jabatan itu, Iqbal banyak mengurusi nasib anak bangsa pada level eksistensi yang paling dasar. “Seperti isu perdagangan manusia hingga nasib pekerja Indonesia yang mengalami ancaman hukuman mati di luar negeri,” kata Azizah kepada Radar Jogja Rabu (9/1).
Tak hanya itu, Iqbal juga menangani masalah orang hilang di luar negeri. Menurut Azizah, dasar itulah yang meyakinkan DPR hingga Iqbal akhirnya mendapat amanah untuk menjabat Dubes RI untuk Turki. Tepatnya di Kota Ankara.
Lebih lanjut Azizah mengungkapkan, pria lulusan HI UMY angkatan 1991 itu menjadi alumnus pertama yang masuk ke Kemenlu. “Bahkan menjadi yang pertama pula sebagai duta besar,” tuturnya.
Azizah mengakui, kemampuan intelektual Iqbal dalam mengatasi diplomasi telah dipupuk sejak masa kuliah. “Semasa menjadi mahasiswa, dia juga terkenal aktif dalam berbagai organisasi,” tuturnya. Di antaranya Korps Mahasiswa HI (Komahi), Senat Mahasiswa atau BEM, dan juga penerbitan kampus.
Selain itu, pria yang pernah menempati pos di luar negeri seperti Wina dan Buddapest itu, juga dikenal aktif dalam Kelompok Studi Lingkaran. Yakni sebuah komunitas yang bergerak di bidang pemikiran dan tukar gagasan antarmahasiswa Jogjakarta.
Komunitas itu digelutinya pada tahun 1990-an. “Dari pengalaman organisasi kemahasiswaan itulah Iqbal mendapat kesempatan untuk melatih jiwa kepemimpinam dan kemampuan analisis,” ungkap Azizah.
Sebagai pihak yang turut bangga atas perjalanan karir Iqbal, Azizah menekankan pentingnya organisasi kemahasiswaan. Terlebih bagi mahasiswa yang kelak bekerja di departemen dengan tuntutan analisis tajam dan pembuatan keputusan.
“Seperti Kemenlu dan depertemen lain,” kata Azizah. Oleh karena itu ia pun tak henti-hentinya mendorong mahasiswa untuk aktif berorganisasi. (laz/fn)